Sunnah
Rasulullah SAW dalam menciptakan suasana kepemimpinan yang kuat, baik dan
berwibawa
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ
الصَّامِتِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
مَجْلِسٍ فَقَالَ تُبَايِعُونِي عَلَى أَنْ لاَ تُشْرِكُوا بِاللهِ شَيْئًا وَلاَ
تَزْنُوا وَلاَ تَسْرِقُوا وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ
إِلاَّ بِالْحَقِّ فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَمَنْ أَصَابَ
شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَعُوقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ أَصَابَ
شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ إِنْ شَاءَ
عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ (اللفظ لمسلم : 3223)
Bersumber
dari Ubadah bin As-Shamit r.a. katanya: Ketika aku bersama dengan Rasulullah
SAW dalam suatu majelis, lalu beliau bersabda: "Seharusnya kamu mengadakan
bai'ah (janji setia) kepadaku bahwa; kamu tidak akan mempersekutukan Allah
dengan sesuatu apapun, dan kamu tidak akan berzina, tidak akan mencuri, dan
tidak akan membunuh orang yang telah diharamkan Allah kecuali dengan yang hak.
Barangsiapa di antara kamu yang mematuhinya maka dia akan diberi ganjaran
pahala oleh Allah. Dan barang-siapa yang terlanjur melakukannya maka dia akan
mendapat hukuman yang merupakan kaffarat (hukuman yang setimpal) baginya.
Barangsiapa yang terlanjur melakukannya tetapi Allah telah menutupinya, maka
itu adalah urusan Allah. Jika Allah hendak memberi keampunan kepadanya sudah
pasti Allah akan mengampuninya. Tetapi jika Allah hendak menyiksanya, maka
sudah pasti Allah akan menyiksanya."
(HR.
Al-Bukhari/ Kitabul Iman No. 17; Al-Jumu'ah No. 1087; Al-Manaqib No. 3603,
3604; Al-Maghazi No. 3698; Tafsiril Quran No. 4515; Al-Hudud No. 6286, 6303;
Al-Diyaat No. 6465; Al-Fitan No. 6532; Al-Ahkam No. 6660, 6673; At-Tauhid No.
6914. Muslim/ Kitabul Hudud No. 3223. At-Turmudzi/ Kitabul Hudud No. 1359.
An-Nasai/ Kitabul Bai'ah No. 4080, 4081, 4082, 4083, 4084, 4091, 4107; Al-Iman
wa Syaraai'ahu No. 4916. Ibnu Majah/ Kitabul Hudud No. 2953; Al-Jihad No. 2857.
Imam Ahmad/ Juz III, hal. 341, juz V, hal. 313, 314, 316. Imam Malik/ Kitabul
Jihad No. 853. Imam Ad-Darimi/ Kitabus Siiri No. 2345.)
عن أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا نَبِيٌّ مِنَ
الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ قَدْ مَلَكَ بُضْعَ
امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ وَلاَ آخَرُ قَدْ
بَنَى بُنْيَانًا وَلَمَّا يَرْفَعْ سُقُفَهَا وَلاَ آخَرُ قَدِ اشْتَرَى غَنَمًا
أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ مُنْتَظِرٌ وِلاَدَهَا قَالَ فَغَزَا فَأَدْنَى
لِلْقَرْيَةِ حِينَ صَلاَةِ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ
لِلشَّمْسِ أَنْتِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيَّ
شَيْئًا فَحُبِسَتْ عَلَيْهِ حَتَّى فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ قَالَ فَجَمَعُوا مَا
غَنِمُوا فَأَقْبَلَتِ النَّارُ لِتَأْكُلَهُ فَأَبَتْ أَنْ تَطْعَمَهُ فَقَالَ
فِيكُمْ غُلُولٌ فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ فَبَايَعُوهُ
فَلَصِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ فَلْتُبَايِعْنِي
قَبِيلَتُكَ فَبَايَعَتْهُ قَالَ فَلَصِقَتْ بِيَدِ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ فَقَالَ
فِيكُمُ الْغُلُولُ أَنْتُمْ غَلَلْتُمْ قَالَ فَأَخْرَجُوا لَهُ مِثْلَ رَأْسِ
بَقَرَةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَوَضَعُوهُ فِي الْمَالِ وَهُوَ بِالصَّعِيدِ
فَأَقْبَلَتِ النَّارُ فَأَكَلَتْهُ فَلَمْ تَحِلَّ الْغَنَائِمُ ِلأَحَدٍ مِنْ
قَبْلِنَا ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا
فَطَيَّبَهَا لَنَا (اللفظ لمسلم : 3287)
Bersumber
dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah SAW pernah bersabda: Dahulu
ada seorang Nabi yang menghadapi peperangan dan dia berkata kepada kaumnya:
Tidak pantas mengikuti-ku seorang lelaki yang mempunyai isteri yang hendak
digaulinya, dan juga seorang lelaki yang sudah mendirikan sebuah bangunan namun
dia belum menaikkan bangunan atapnya. Demikian pula dengan seorang lelaki yang
telah membeli seekor kambing atau seekor unta bunting, sehingga dia menunggu
kelahiran anak ternaknya tersebut. Maka beliau pergi ber-perang. Ketika berada
di sebuah kampung di waktu Ashar, beliau berkata kepada matahari: Wahai
matahari! Kamu diperin-tahkan dan aku pun diperintahkan. Lalu beliau berdoa: Ya
Allah! Tahanlah matahari itu sebentar untukku. Maka matahari pun berhenti
karena diperintahkan Allah. Lalu beliau berkata: Kumpul-kanlah segala harta
rampasanmu. Setelah mengumpulkan hasil harta rampasan perang tersebut, tiba-tiba
ada percikan api dari langit yang seolah-olah akan membakar harta tersebut,
namun mendadak api itu berhenti dan tidak jadi membakarnya. Lalu Nabi a.s.
berkata: Di antara kamu ada yang telah menyembunyikan harta rampasan perang
ini. Maka hendaklah setiap orang dari semua kabilah segera berbai'ah (berjanji
setia) kepadaku. Maka mereka pun beramai-ramai datang berbai'ah kepada Rasul
itu dengan menjabat tangannya. Kemudian beliau kembali bersabda: Di antara kamu
pasti ada yang telah menyembunyikannya. Hendaklah setiap kabilah dari kamu
berbai'at kepadaku. Merekapun ber-bondong-bondong datang berbai'at kepada Nabi
a.s. sehingga dua atau tiga orang menjabat tangan beliau secara sekaligus.
Beliau berkata lagi: Di antara kamu pasti ada yang menyem-bunyikannya, kamu
telah berkhia-nat. Kemudian mereka memberikan kepada beliau sebongkah emas
sebesar kepala lembu lalu diletakkannya pada timbunan harta rampasan tersebut
yang sudah berada di atas tanah. Tidak lama kemudian datanglah percikan api itu
lalu memakannya. Beliau bersabda: Harta rampasan perang itu sama sekali tidak
dihalalkan kepada seorangpun sebelum kita. Hal itu disebabkan karena Allah Yang
Maha Mulia lagi Maha Luhur mengetahui kelemahan serta kekurangan kita. Maka
Allahlah yang akan memperbaiki diri kita."
(HR.
Al-Bukhari/ Kitabul Fardhil Khamsi No. 2892. Muslim/ Kitabul Jihad was Siiri
No. 3287. At-Turmudzi/ Al-Birru was Shillah No. 1901. Abu Daud/ Al-Adab No.
4262. Imam Ahmad/ Juz II, hal. 317, 318)
KANDUNGAN
HADITS
Kedua hadits di
atas menerangkan kepada kita tentang keharusan ummat untuk memberikan janji
setianya kepada Rasulullah SAW, seperti ummat dahulu telah memberikan janji
setianya kepada Nabi mereka.
Firman Allah
SWT di dalam surat
As-Shaff ayat 14:
"Hai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah
sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang
setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegak-kan
agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah
penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman
dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang
yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang
menang."
Hadits tersebut
juga dijadikan dalil oleh para ulama dalam hal keharusan untuk memberikan janji
setia kepada pemimpin yang menjalankan kepemimpinan seperti kepemimpinan para
Nabi alaihimus salam.
Bai'ah atau
janji setia adalah bentuk formalitas yang diucapkan sebagai bukti bahwa kita akan
memberikan loyalitas penuh kepada pemimpin, selama pemimpin itu masih berada
dalam koridor kebenaran. Tetapi janji setia akan batal bilamana sang pemimpin
telah menyimpang dari rambu-rambu kehidupan dan rambu-rambu kepemim-pinan yang
telah ditetapkan Allah SWT.
Kaum Anshar
radhiyallahu 'anhum telah memberikan dua kali janji setianya kepada Rasulullah
SAW, yang dikenal dengan "bai'ah 'Aqabah pertama" dan "bai'ah
'Aqabah kedua". Disebut dengan bai'ah 'Aqabah, karena janji setia itu
berlangsung di areal perbukitan 'Aqabah Makkah pada musim hajji.
Hadits yang
pertama yang bersumber dari Ubadah bin As-Shamit adalah berkaitan dengan
perjanjian 'Aqabah pertama itu. Pada waktu itu sebanyak dua belas orang yang
berasal dari Yastrib (Medinah) memberikan janji setianya kepada Rasulullah SAW,
yang apabila kita gabung dengan riwayat yang lain, maka janji setia itu adalah
sebagai berikut:
1. Mereka
berikrar kepadanya untuk tidak menyekutukan Allah; 2. Tidak mencuri; 3. Tidak
Berzina; 4. Tidak membunuh anak-anak; 5. Tidak mengumpat dan memfitnah, baik di
depannya atau di belakang; 6. Jangan menolak berbuat kebaikan.
Barangsiapa
mematuhi semua itu ia mendapat pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka
soalnya kembali kepada Allah. Allah berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni
segala dosa. (Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad)/ Muhammad Husain Haikal,
hal. 187-188)
Sedangkan pada
perjanjian 'Aqabah kedua yang terjadi di tahun 622 M, dimana tujuh puluh lima jema'ah hajji
Yastrib; tujuh puluh tiga pria dan dua orang wanita, di 'Aqabah mereka
memberikan janji setia kepada Rasulullah.
Dalam ikrar
kedua ini mereka berkata:
"Kami
berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan
sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami
tidak takut kritik siapapun atas jalan Allah ini." (ibid, hal. 192-193)
Sebelum
memberikan ikrar, maka mereka telah menyatakan akan bersedia menerima apapun
resiko yang akan mereka hadapi, kata mereka:
"Akan kami
terima, sekalipun harta benda kami habis, bangsawan-bangsawan kami terbunuh.
Tetapi, Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami
peroleh?"
"Surga,"
jawab Rasulullah SAW dengan tenang dan pasti.
RENUNGAN HADITS
Untuk mencapai
tujuan hidup bermasyarakat yang paripurna seperti dikehendaki Allah, maka
diperlukan adanya kepemimpinan yang kuat dan berwibawa. Kepemimpinan yang kuat
dan ber-wibawa hanya akan terealisasi bila ditopang oleh pengikut yang solid
dan militan, serta rela berkorban apa saja demi terwujudnya tujuan yang
diridhai Allah SWT. Oleh sebab itu seorang pemimpin dibenarkan untuk meminta
pengikut-nya memberikan bai'ah (janji setia). Itulah yang kita temui dalam
hadits yang bersumber dari Ubadah bin As-Shamit, dimana Rasulullah SAW
bersabda:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ
الصَّامِتِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
مَجْلِسٍ فَقَالَ تُبَايِعُونِي عَلَى...
Bersumber
dari Ubadah bin As-Shamit r.a. katanya: Ketika aku bersama dengan Rasulullah
SAW dalam suatu majelis, lalu beliau bersabda: "Seharusnya kamu mengadakan
bai'ah (janji setia) kepadaku
Selanjutnya
tentang materi ikrar/ bai'ah tersebut dinyatakan:
أَنْ لاَ تُشْرِكُوا بِاللهِ
شَيْئًا وَلاَ تَزْنُوا وَلاَ تَسْرِقُوا وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي
حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ
bahwa;
kamu tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan kamu tidak
akan berzina, tidak akan mencuri, dan tidak akan membunuh orang yang telah
diharamkan Allah kecuali dengan yang hak.
Jadi ikrar tadi
berkaitan dengan sikap hidup yang meliputi:
Pertama: Tidak
akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
Syirik adalah
dosa terbesar yang menjungkir balikkan tujuan hidup manusia, dan sumber dari
segala kejahatan yang dilakukan manusia.
Kedua: Tidak
berzina.
Zina merupakan
kejahatan seksual yang mengacaukan hubungan nasab dan mengkondisi-kan ummat
hidup seperti hewan.
Ketiga: Tidak
akan mencuri.
Pencurian akan
menciptakan kehidupan yang jauh dari ketenteraman dan kedamaian.
Keempat: Tidak
akan membunuh orang, kecuali dengan yang hak.
Allah SWT
mengharamkan pembunuhan, dan Allah telah memuliakan anak Adam. Tetapi pada
kondisi tertentu pembunuhan itu dihalalkan, seperti pada peperangan melawan
orang kafir, atau dalam menegakkan hukum qishash pembunuhan.
Sebagai
konsekwensi dari ikrar dinyatakan:
فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ
فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَعُوقِبَ بِهِ فَهُوَ
كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ
فَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
Barangsiapa
di antara kamu yang mematuhinya maka dia akan diberi ganjaran pahala oleh
Allah. Dan barangsiapa yang terlanjur melakukannya maka dia akan mendapat
hukuman yang merupa-kan kaffarat (hukuman yang setimpal) baginya. Barangsiapa
yang terlanjur melakukan-nya tetapi Allah telah menutupinya, maka itu adalah
urusan Allah. Jika Allah hendak memberi keampunan kepadanya sudah pasti Allah
akan mengampuninya. Tetapi jika Allah hendak menyiksanya, maka sudah pasti
Allah akan menyiksanya."
Kemudian hadits
yang bersumber dari Abu Hurairah r.a. menggambarkan tentang seorang Nabi
dahulukala bersama ummatnya yang akan maju ke medan peperangan. Tentang siapa nama Nabi itu
tidak disebutkan.
عن أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا نَبِيٌّ مِنَ
الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ قَدْ مَلَكَ بُضْعَ
امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ وَلاَ آخَرُ قَدْ
بَنَى بُنْيَانًا وَلَمَّا يَرْفَعْ سُقُفَهَا وَلاَ آخَرُ قَدِ اشْتَرَى غَنَمًا
أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ مُنْتَظِرٌ وِلاَدَهَا
Bersumber
dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah SAW pernah bersabda: Dahulu
ada seorang Nabi yang menghadapi peperangan dan dia berkata kepada kaumnya:
Tidak pantas mengikuti-ku seorang lelaki yang mempunyai isteri yang hendak
digaulinya, dan juga seorang lelaki yang sudah mendirikan sebuah bangunan namun
dia belum menaikkan bangunan atapnya. Demikian pula dengan seorang lelaki yang
telah membeli seekor kambing atau seekor unta bunting, sehingga dia menunggu
kelahiran anak ternaknya tersebut.
Jadi sang Nabi
tadi tidak membenarkan pengikutnya pergi berperang bersamanya, semen-tara
mereka masih mempunyai hati yang mendua. Oleh sebab itu beliau menyuruh
pengikutnya untuk meringankan beban pikiran mereka, baik yang berkaitan dengan
hubungan biologis (seksual), maupun yang bertalian dengan dunia usaha…
قَالَ فَغَزَا فَأَدْنَى
لِلْقَرْيَةِ حِينَ صَلاَةِ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ
لِلشَّمْسِ أَنْتِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيَّ
شَيْئًا فَحُبِسَتْ عَلَيْهِ حَتَّى فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ قَالَ فَجَمَعُوا مَا
غَنِمُوا فَأَقْبَلَتِ النَّارُ لِتَأْكُلَهُ فَأَبَتْ أَنْ تَطْعَمَهُ
Maka
beliau pergi berperang. Ketika berada di sebuah kampung di waktu Asar, beliau
berkata kepada matahari: Wahai matahari! Kamu diperin-tahkan dan aku pun
diperintahkan. Lalu beliau berdoa: Ya Allah! Tahanlah matahari itu sebentar
untukku. Maka matahari pun berhenti karena diperintahkan Allah. Lalu beliau
berkata: Kum-pulkanlah segala harta rampasanmu. Setelah mengumpulkan hasil
harta rampasan perang tersebut, tiba-tiba ada percikan api dari langit yang
seolah-olah akan membakar harta tersebut, namun mendadak api itu berhenti dan
tidak jadi membakarnya.
Lanjutan hadits
menerangkan bahwa, keadaan ini mendorong Nabi itu meminta pengikutnya
berbai'ah:
فَقَالَ فِيكُمْ غُلُولٌ
فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ فَبَايَعُوهُ فَلَصِقَتْ يَدُ
رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ فَلْتُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ
فَبَايَعَتْهُ قَالَ فَلَصِقَتْ بِيَدِ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ فَقَالَ فِيكُمُ
الْغُلُولُ أَنْتُمْ غَلَلْتُمْ قَالَ فَأَخْرَجُوا لَهُ مِثْلَ رَأْسِ بَقَرَةٍ
مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَوَضَعُوهُ فِي الْمَالِ وَهُوَ بِالصَّعِيدِ
Lalu Nabi
a.s. berkata: Di antara kamu ada yang telah menyembunyikan harta rampasan
perang ini. Maka hendaklah setiap orang dari semua kabilah segera berbai'ah
(berjanji setia) kepadaku. Maka mereka pun beramai-ramai datang berbai'ah
kepada Rasul itu dengan menjabat tangannya. Kemudian beliau kembali bersabda:
Di antara kamu pasti ada yang telah menyembunyikannya. Hendaklah setiap kabilah
dari kamu berbai'at kepadaku. Merekapun berbondong-bondong datang berbai'at
kepada Nabi a.s. sehingga dua atau tiga orang menjabat tangan beliau secara
sekaligus. Beliau berkata lagi: Di antara kamu pasti ada yang
menyembunyikannya, kamu telah berkhianat. Kemudian mereka memberikan kepada
beliau sebongkah emas sebesar kepala lembu lalu diletakkannya pada timbunan
harta rampasan tersebut yang sudah berada di atas tanah.
فَأَقْبَلَتِ النَّارُ فَأَكَلَتْهُ
فَلَمْ تَحِلَّ الْغَنَائِمُ ِلأَحَدٍ مِنْ قَبْلِنَا ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَطَيَّبَهَا لَنَا
Tidak lama
kemudian datanglah percikan api itu lalu memakannya. Beliau bersabda: Harta
ram-pasan perang itu sama sekali tidak dihalalkan kepada seorangpun sebelum
kita. Hal itu disebab-kan karena Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Luhur
mengetahui kelemahan serta kekurangan kita. Maka Allahlah yang akan memperbaiki
diri kita."
Adapun bagi
ummat Nabi Muhammad SAW, harta rampasan perang adalah dihalalkan.
KESIMPULAN/
PENUTUP
Di sini jelas
bagi kita bahwa bai'ah, ikrar, atau janji setia kepada pemimpin adalah bahagian
dari agama Allah. Bai'ah adalah bentuk pernyataan sikap dari pengikut kepada
pemimpinnya, agar pemimpin itu tidak ragu-ragu menjalankan aktifitas
kepemim-pinannya untuk mengantarkan ummat ke pintu gerbang surga. Kepemimpinan
yang tidak mendapat sokongan dari pengikutnya tidak akan mungkin untuk
menjalankan roda kepemimpinan secara baik dan konsekwen. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar