Minggu, 23 Agustus 2015

JANJI SETIA KEPADA PEMIMPIN


Sunnah Rasulullah SAW dalam menciptakan suasana kepemimpinan yang kuat, baik dan berwibawa


عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ فَقَالَ تُبَايِعُونِي عَلَى أَنْ لاَ تُشْرِكُوا بِاللهِ شَيْئًا وَلاَ تَزْنُوا وَلاَ تَسْرِقُوا وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَعُوقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ (اللفظ لمسلم : 3223)

Bersumber dari Ubadah bin As-Shamit r.a. katanya: Ketika aku bersama dengan Rasulullah SAW dalam suatu majelis, lalu beliau bersabda: "Seharusnya kamu mengadakan bai'ah (janji setia) kepadaku bahwa; kamu tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan kamu tidak akan berzina, tidak akan mencuri, dan tidak akan membunuh orang yang telah diharamkan Allah kecuali dengan yang hak. Barangsiapa di antara kamu yang mematuhinya maka dia akan diberi ganjaran pahala oleh Allah. Dan barang-siapa yang terlanjur melakukannya maka dia akan mendapat hukuman yang merupakan kaffarat (hukuman yang setimpal) baginya. Barangsiapa yang terlanjur melakukannya tetapi Allah telah menutupinya, maka itu adalah urusan Allah. Jika Allah hendak memberi keampunan kepadanya sudah pasti Allah akan mengampuninya. Tetapi jika Allah hendak menyiksanya, maka sudah pasti Allah akan menyiksanya."

(HR. Al-Bukhari/ Kitabul Iman No. 17; Al-Jumu'ah No. 1087; Al-Manaqib No. 3603, 3604; Al-Maghazi No. 3698; Tafsiril Quran No. 4515; Al-Hudud No. 6286, 6303; Al-Diyaat No. 6465; Al-Fitan No. 6532; Al-Ahkam No. 6660, 6673; At-Tauhid No. 6914. Muslim/ Kitabul Hudud No. 3223. At-Turmudzi/ Kitabul Hudud No. 1359. An-Nasai/ Kitabul Bai'ah No. 4080, 4081, 4082, 4083, 4084, 4091, 4107; Al-Iman wa Syaraai'ahu No. 4916. Ibnu Majah/ Kitabul Hudud No. 2953; Al-Jihad No. 2857. Imam Ahmad/ Juz III, hal. 341, juz V, hal. 313, 314, 316. Imam Malik/ Kitabul Jihad No. 853. Imam Ad-Darimi/ Kitabus Siiri No. 2345.)

عن أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ قَدْ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ وَلاَ آخَرُ قَدْ بَنَى بُنْيَانًا وَلَمَّا يَرْفَعْ سُقُفَهَا وَلاَ آخَرُ قَدِ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ مُنْتَظِرٌ وِلاَدَهَا قَالَ فَغَزَا فَأَدْنَى لِلْقَرْيَةِ حِينَ صَلاَةِ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ أَنْتِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيَّ شَيْئًا فَحُبِسَتْ عَلَيْهِ حَتَّى فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ قَالَ فَجَمَعُوا مَا غَنِمُوا فَأَقْبَلَتِ النَّارُ لِتَأْكُلَهُ فَأَبَتْ أَنْ تَطْعَمَهُ فَقَالَ فِيكُمْ غُلُولٌ فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ فَبَايَعُوهُ فَلَصِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ فَلْتُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ فَبَايَعَتْهُ قَالَ فَلَصِقَتْ بِيَدِ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ أَنْتُمْ غَلَلْتُمْ قَالَ فَأَخْرَجُوا لَهُ مِثْلَ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَوَضَعُوهُ فِي الْمَالِ وَهُوَ بِالصَّعِيدِ فَأَقْبَلَتِ النَّارُ فَأَكَلَتْهُ فَلَمْ تَحِلَّ الْغَنَائِمُ ِلأَحَدٍ مِنْ قَبْلِنَا ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَطَيَّبَهَا لَنَا (اللفظ لمسلم : 3287)

Bersumber dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah SAW pernah bersabda: Dahulu ada seorang Nabi yang menghadapi peperangan dan dia berkata kepada kaumnya: Tidak pantas mengikuti-ku seorang lelaki yang mempunyai isteri yang hendak digaulinya, dan juga seorang lelaki yang sudah mendirikan sebuah bangunan namun dia belum menaikkan bangunan atapnya. Demikian pula dengan seorang lelaki yang telah membeli seekor kambing atau seekor unta bunting, sehingga dia menunggu kelahiran anak ternaknya tersebut. Maka beliau pergi ber-perang. Ketika berada di sebuah kampung di waktu Ashar, beliau berkata kepada matahari: Wahai matahari! Kamu diperin-tahkan dan aku pun diperintahkan. Lalu beliau berdoa: Ya Allah! Tahanlah matahari itu sebentar untukku. Maka matahari pun berhenti karena diperintahkan Allah. Lalu beliau berkata: Kumpul-kanlah segala harta rampasanmu. Setelah mengumpulkan hasil harta rampasan perang tersebut, tiba-tiba ada percikan api dari langit yang seolah-olah akan membakar harta tersebut, namun mendadak api itu berhenti dan tidak jadi membakarnya. Lalu Nabi a.s. berkata: Di antara kamu ada yang telah menyembunyikan harta rampasan perang ini. Maka hendaklah setiap orang dari semua kabilah segera berbai'ah (berjanji setia) kepadaku. Maka mereka pun beramai-ramai datang berbai'ah kepada Rasul itu dengan menjabat tangannya. Kemudian beliau kembali bersabda: Di antara kamu pasti ada yang telah menyembunyikannya. Hendaklah setiap kabilah dari kamu berbai'at kepadaku. Merekapun ber-bondong-bondong datang berbai'at kepada Nabi a.s. sehingga dua atau tiga orang menjabat tangan beliau secara sekaligus. Beliau berkata lagi: Di antara kamu pasti ada yang menyem-bunyikannya, kamu telah berkhia-nat. Kemudian mereka memberikan kepada beliau sebongkah emas sebesar kepala lembu lalu diletakkannya pada timbunan harta rampasan tersebut yang sudah berada di atas tanah. Tidak lama kemudian datanglah percikan api itu lalu memakannya. Beliau bersabda: Harta rampasan perang itu sama sekali tidak dihalalkan kepada seorangpun sebelum kita. Hal itu disebabkan karena Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Luhur mengetahui kelemahan serta kekurangan kita. Maka Allahlah yang akan memperbaiki diri kita."

(HR. Al-Bukhari/ Kitabul Fardhil Khamsi No. 2892. Muslim/ Kitabul Jihad was Siiri No. 3287. At-Turmudzi/ Al-Birru was Shillah No. 1901. Abu Daud/ Al-Adab No. 4262. Imam Ahmad/ Juz II, hal. 317, 318)

KANDUNGAN HADITS


Kedua hadits di atas menerangkan kepada kita tentang keharusan ummat untuk memberikan janji setianya kepada Rasulullah SAW, seperti ummat dahulu telah memberikan janji setianya kepada Nabi mereka.

Firman Allah SWT di dalam surat As-Shaff ayat 14:

"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegak-kan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang."

Hadits tersebut juga dijadikan dalil oleh para ulama dalam hal keharusan untuk memberikan janji setia kepada pemimpin yang menjalankan kepemimpinan seperti kepemimpinan para Nabi alaihimus salam.

Bai'ah atau janji setia adalah bentuk formalitas yang diucapkan sebagai bukti bahwa kita akan memberikan loyalitas penuh kepada pemimpin, selama pemimpin itu masih berada dalam koridor kebenaran. Tetapi janji setia akan batal bilamana sang pemimpin telah menyimpang dari rambu-rambu kehidupan dan rambu-rambu kepemim-pinan yang telah ditetapkan Allah SWT.

Kaum Anshar radhiyallahu 'anhum telah memberikan dua kali janji setianya kepada Rasulullah SAW, yang dikenal dengan "bai'ah 'Aqabah pertama" dan "bai'ah 'Aqabah kedua". Disebut dengan bai'ah 'Aqabah, karena janji setia itu berlangsung di areal perbukitan 'Aqabah Makkah pada musim hajji.

Hadits yang pertama yang bersumber dari Ubadah bin As-Shamit adalah berkaitan dengan perjanjian 'Aqabah pertama itu. Pada waktu itu sebanyak dua belas orang yang berasal dari Yastrib (Medinah) memberikan janji setianya kepada Rasulullah SAW, yang apabila kita gabung dengan riwayat yang lain, maka janji setia itu adalah sebagai berikut:

1. Mereka berikrar kepadanya untuk tidak menyekutukan Allah; 2. Tidak mencuri; 3. Tidak Berzina; 4. Tidak membunuh anak-anak; 5. Tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depannya atau di belakang; 6. Jangan menolak berbuat kebaikan.

Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya kembali kepada Allah. Allah berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa. (Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad)/ Muhammad Husain Haikal, hal. 187-188)

Sedangkan pada perjanjian 'Aqabah kedua yang terjadi di tahun 622 M, dimana tujuh puluh lima jema'ah hajji Yastrib; tujuh puluh tiga pria dan dua orang wanita, di 'Aqabah mereka memberikan janji setia kepada Rasulullah.

Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:

"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun atas jalan Allah ini." (ibid, hal. 192-193)

Sebelum memberikan ikrar, maka mereka telah menyatakan akan bersedia menerima apapun resiko yang akan mereka hadapi, kata mereka:

"Akan kami terima, sekalipun harta benda kami habis, bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi, Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"

"Surga," jawab Rasulullah SAW dengan tenang dan pasti.

RENUNGAN HADITS

Untuk mencapai tujuan hidup bermasyarakat yang paripurna seperti dikehendaki Allah, maka diperlukan adanya kepemimpinan yang kuat dan berwibawa. Kepemimpinan yang kuat dan ber-wibawa hanya akan terealisasi bila ditopang oleh pengikut yang solid dan militan, serta rela berkorban apa saja demi terwujudnya tujuan yang diridhai Allah SWT. Oleh sebab itu seorang pemimpin dibenarkan untuk meminta pengikut-nya memberikan bai'ah (janji setia). Itulah yang kita temui dalam hadits yang bersumber dari Ubadah bin As-Shamit, dimana Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ فَقَالَ تُبَايِعُونِي عَلَى...

Bersumber dari Ubadah bin As-Shamit r.a. katanya: Ketika aku bersama dengan Rasulullah SAW dalam suatu majelis, lalu beliau bersabda: "Seharusnya kamu mengadakan bai'ah (janji setia) kepadaku

Selanjutnya tentang materi ikrar/ bai'ah tersebut dinyatakan:

أَنْ لاَ تُشْرِكُوا بِاللهِ شَيْئًا وَلاَ تَزْنُوا وَلاَ تَسْرِقُوا وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ

bahwa; kamu tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan kamu tidak akan berzina, tidak akan mencuri, dan tidak akan membunuh orang yang telah diharamkan Allah kecuali dengan yang hak.

Jadi ikrar tadi berkaitan dengan sikap hidup yang meliputi:

Pertama: Tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

Syirik adalah dosa terbesar yang menjungkir balikkan tujuan hidup manusia, dan sumber dari segala kejahatan yang dilakukan manusia.

Kedua: Tidak berzina.

Zina merupakan kejahatan seksual yang mengacaukan hubungan nasab dan mengkondisi-kan ummat hidup seperti hewan.

Ketiga: Tidak akan mencuri.

Pencurian akan menciptakan kehidupan yang jauh dari ketenteraman dan kedamaian.

Keempat: Tidak akan membunuh orang, kecuali dengan yang hak.

Allah SWT mengharamkan pembunuhan, dan Allah telah memuliakan anak Adam. Tetapi pada kondisi tertentu pembunuhan itu dihalalkan, seperti pada peperangan melawan orang kafir, atau dalam menegakkan hukum qishash pembunuhan.

Sebagai konsekwensi dari ikrar dinyatakan:

فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَعُوقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ

Barangsiapa di antara kamu yang mematuhinya maka dia akan diberi ganjaran pahala oleh Allah. Dan barangsiapa yang terlanjur melakukannya maka dia akan mendapat hukuman yang merupa-kan kaffarat (hukuman yang setimpal) baginya. Barangsiapa yang terlanjur melakukan-nya tetapi Allah telah menutupinya, maka itu adalah urusan Allah. Jika Allah hendak memberi keampunan kepadanya sudah pasti Allah akan mengampuninya. Tetapi jika Allah hendak menyiksanya, maka sudah pasti Allah akan menyiksanya."

Kemudian hadits yang bersumber dari Abu Hurairah r.a. menggambarkan tentang seorang Nabi dahulukala bersama ummatnya yang akan maju ke medan peperangan. Tentang siapa nama Nabi itu tidak disebutkan.

عن أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ قَدْ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ وَلاَ آخَرُ قَدْ بَنَى بُنْيَانًا وَلَمَّا يَرْفَعْ سُقُفَهَا وَلاَ آخَرُ قَدِ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ مُنْتَظِرٌ وِلاَدَهَا

Bersumber dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah SAW pernah bersabda: Dahulu ada seorang Nabi yang menghadapi peperangan dan dia berkata kepada kaumnya: Tidak pantas mengikuti-ku seorang lelaki yang mempunyai isteri yang hendak digaulinya, dan juga seorang lelaki yang sudah mendirikan sebuah bangunan namun dia belum menaikkan bangunan atapnya. Demikian pula dengan seorang lelaki yang telah membeli seekor kambing atau seekor unta bunting, sehingga dia menunggu kelahiran anak ternaknya tersebut.

Jadi sang Nabi tadi tidak membenarkan pengikutnya pergi berperang bersamanya, semen-tara mereka masih mempunyai hati yang mendua. Oleh sebab itu beliau menyuruh pengikutnya untuk meringankan beban pikiran mereka, baik yang berkaitan dengan hubungan biologis (seksual), maupun yang bertalian dengan dunia usaha…

قَالَ فَغَزَا فَأَدْنَى لِلْقَرْيَةِ حِينَ صَلاَةِ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ أَنْتِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيَّ شَيْئًا فَحُبِسَتْ عَلَيْهِ حَتَّى فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ قَالَ فَجَمَعُوا مَا غَنِمُوا فَأَقْبَلَتِ النَّارُ لِتَأْكُلَهُ فَأَبَتْ أَنْ تَطْعَمَهُ

Maka beliau pergi berperang. Ketika berada di sebuah kampung di waktu Asar, beliau berkata kepada matahari: Wahai matahari! Kamu diperin-tahkan dan aku pun diperintahkan. Lalu beliau berdoa: Ya Allah! Tahanlah matahari itu sebentar untukku. Maka matahari pun berhenti karena diperintahkan Allah. Lalu beliau berkata: Kum-pulkanlah segala harta rampasanmu. Setelah mengumpulkan hasil harta rampasan perang tersebut, tiba-tiba ada percikan api dari langit yang seolah-olah akan membakar harta tersebut, namun mendadak api itu berhenti dan tidak jadi membakarnya.

Lanjutan hadits menerangkan bahwa, keadaan ini mendorong Nabi itu meminta pengikutnya berbai'ah:

فَقَالَ فِيكُمْ غُلُولٌ فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ فَبَايَعُوهُ فَلَصِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ فَلْتُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ فَبَايَعَتْهُ قَالَ فَلَصِقَتْ بِيَدِ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ أَنْتُمْ غَلَلْتُمْ قَالَ فَأَخْرَجُوا لَهُ مِثْلَ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَوَضَعُوهُ فِي الْمَالِ وَهُوَ بِالصَّعِيدِ

Lalu Nabi a.s. berkata: Di antara kamu ada yang telah menyembunyikan harta rampasan perang ini. Maka hendaklah setiap orang dari semua kabilah segera berbai'ah (berjanji setia) kepadaku. Maka mereka pun beramai-ramai datang berbai'ah kepada Rasul itu dengan menjabat tangannya. Kemudian beliau kembali bersabda: Di antara kamu pasti ada yang telah menyembunyikannya. Hendaklah setiap kabilah dari kamu berbai'at kepadaku. Merekapun berbondong-bondong datang berbai'at kepada Nabi a.s. sehingga dua atau tiga orang menjabat tangan beliau secara sekaligus. Beliau berkata lagi: Di antara kamu pasti ada yang menyembunyikannya, kamu telah berkhianat. Kemudian mereka memberikan kepada beliau sebongkah emas sebesar kepala lembu lalu diletakkannya pada timbunan harta rampasan tersebut yang sudah berada di atas tanah.

فَأَقْبَلَتِ النَّارُ فَأَكَلَتْهُ فَلَمْ تَحِلَّ الْغَنَائِمُ ِلأَحَدٍ مِنْ قَبْلِنَا ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَطَيَّبَهَا لَنَا

Tidak lama kemudian datanglah percikan api itu lalu memakannya. Beliau bersabda: Harta ram-pasan perang itu sama sekali tidak dihalalkan kepada seorangpun sebelum kita. Hal itu disebab-kan karena Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Luhur mengetahui kelemahan serta kekurangan kita. Maka Allahlah yang akan memperbaiki diri kita."

Adapun bagi ummat Nabi Muhammad SAW, harta rampasan perang adalah dihalalkan.

KESIMPULAN/ PENUTUP

Di sini jelas bagi kita bahwa bai'ah, ikrar, atau janji setia kepada pemimpin adalah bahagian dari agama Allah. Bai'ah adalah bentuk pernyataan sikap dari pengikut kepada pemimpinnya, agar pemimpin itu tidak ragu-ragu menjalankan aktifitas kepemim-pinannya untuk mengantarkan ummat ke pintu gerbang surga. Kepemimpinan yang tidak mendapat sokongan dari pengikutnya tidak akan mungkin untuk menjalankan roda kepemimpinan secara baik dan konsekwen. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar