*Bahaya Berita Fasik
S
|
uatu ketika Nabi mengutus Walid bin
'Uqbah bin Abi Mu'ith untuk memungut zakat Bani Mustaliq. Ia menerima tugas itu
tanpa ragu-ragu. Tetapi syethan telah menggoda hatinya dan menggoncang-kan
imannya. Ia merasa was-was untuk pergi ke Bani Mustaliq itu, karena khawatir
kalau dirinya akan dibunuh. Di tengah jalan, sambil memperlambat jalan untanya,
ia bimbang dan ragu, berat rasanya untuk memenuhi tugas yang dibebankan Nabi,
sebab jiwanya pengecut. Maka diputuskannya lagi untuk kembali ke Medinah.
Setelah
sampai di sana,
ia bercerita kepada Nabi:
"Bani
Musthaliq kini telah kembali kafir. Mereka tidak mau menunaikan zakatnya, dan
bahkan mereka sudah sepakat untuk menyerang kaum muslimin." (H.R.
Ahmad dalam Musnad).
Tentu saja
Nabi memberikan perhatian sangat serius dengan berita yang dibawa Walid itu;
bahwa mereka telah kafir, tidak mau berzakat, dan bahkan akan memerangi ummat
Islam!
Suatu
kejutan dan berita gawat bagi Nabi dan kaum muslimin!
Di tengah
kemarahan itu Nabi menyadari sendiri, bahwa kemarahan tidak dapat diselesaikan
dengan kemarahan juga, tetapi dengan: "Mohon per-lindungan kepada Allah
dari syethan terkutuk".
Telah
bulat tekad nabi untuk memerangi Bani Mustaliq, kalau tidak karena Allah
mencegah pertumpahan darah itu. Melalui wahyuNya, Allah memerintahkan Nabi agar
mengecek kebenaran berita Walid bin Uqbah. Kurir yang dipercayai untuk mengadakan
pengecekan dengan tiba-tiba ini adalah pedang Allah, Khalid bin Walid, duta
Nabi dan kepercayaan Islam.
Berangkatlah
Khalid ke Bani Mustaliq. Di batas kota
ia berhenti untuk mencari informasi dari penduduknya tentang sikap mereka yang
sesungguh-nya. Ternyata apa yang ia dengar langsung adalah berita baik-baik
saja, dan tidak ada yang harus ditakutkan. (Ahmad Muhammad Jamil,
"Al-Qashashu al-Rumuzi fi al-Quran al-Karim", (terjemahan) pag.
116-118)
Sehubungan
dengan kasus di atas, maka turunlah ayat 6 sd 8 surat Al-Hujurat (49):
Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebab-kan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu. (QS. 49:6) Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu
ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan
benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta
kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan
kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah
orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, (QS. 49:7) sebagai karunia dan
ni`mat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 49:8)
DEFINISI
FASIK
Perbuatan
Walid bin Uqbah di atas disebut Allah sebagai perbuatan orang fasik, dan berita
yang bersumber dari orang fasik hendaklah diteliti, agar kita tidak menyesal di
belakang hari. Lalu apakah yang dimaksud dengan fasik itu?
Kata "fasik" adalah berasal dari bahasa Arab
"fasaqa" yang mengandung pengertian sebagai berikut:
Menurut Ibnu Umar: asal "al-fisq" adalah keluar/ menyimpang
dari sesuatu (أصل الفسق الخروج من
الشيء) seperti firman Allah
"maka ia (iblis) fasik dari perintah Tuhannya", maksudnya,
"iblis keluar dari perintah". Seseorang dinamakan fasik, karena ia
telah terlepas dari perbuatan baik (وسمي الرجل فاسقا لا نسلاخه من الخير). (Al-Gharib lil
Khatthaabi Jilid I hal 603)
Di dalam
hadits misalnya kita jumpai:
في حديث النبي أنه قال خمس فواسق
يقتلن في الحل والحرم الفأرة والعقرب والحدأة والغراب الأبقع والكلب
العقور
"Lima jenis fasik yang
dibunuh pada waktu halal dan haram (tahallul dan ihram): Tikus, kalajengking,
burung elang, burung gagak yang belang putih dan hitam, serta anjing
liar."
قال ابن قتيبة لا أرى الغراب سماه فاسقا إلا
لتخلفه عن أمر نوح حين أرسله ووقوعه على الجيفة وعصيانه إياه وحكي عن الفراء أنه قال لا أحسب الفأرة سميت
فويسقة إلا لخروجها من جحرها على الناس
Ibnu Qutaibah berkata: "Aku berpendapat bahwa burung gagak
dinamakan fasik hanya karena penyelewengannya atas perintah Nuh yakni sewaktu
beliau mengutusnya, dan gagak bertengger di atas bangkai dan mendurhakai
Nuh". Lalu orang menyebut tikus, maka ia mengatakan: "Aku kira tikus
disebut fuwaisiqah (si kerdil fasik) hanya karena ia keluar dari lobang
persembunyiannya kepada manusia." (Al-Gharib, ibid)
Bila kita
meneliti kasus yang menjadi sebab turun ayat di atas, dimana Allah SWT menyebut
Walid bin Uqbah sebagai fasik, maka sifat perbuatannya adalah sebagai berikut:
1.
Mudah
menerima suatu tugas tetapi tidak bertanggung jawab.
2. Karena sifat pengecut, maka ia menebarkan
issue bohong atas Bani Musthaliq.
3. Demi kepentingan pribadinya, maka ia tidak
menghiraukan bahaya pertumpahan darah yang membahayakan masyarakat banyak.
Sifat-sifat
Walid bin Uqbah ini adalah sifat munafik tulen. Jadi munafik sekaligus disebut
fasik.
Rasulullah
SAW bersabda:
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ
ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ
خَانَ
"Tanda
munafik itu ada tiga; Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia
mungkiri dan bila ddiberi amanat ia berkhianat"
(HR. Bukhari/ Al-Iman/ 32; Muslim/ fil Imam/ 89; At-Turmuzi/ fil Imam/ 2555;
An-Nasa'i/ fil Imam wa syara'iihi/ 4935, dan Ahmad/ Musnad II/ 357,397,536)
Berdasarkan
keterangan para ulama, maka fasik dapat disimpulkan dengan:
Segala
perbuatan yang keluar dari ketaatan./ Segala perbuatan yang keluar dari
istiqamah (keteguhan memegang prinsip agama)/ Segala perbuatan maksiat/ Segala
kedurhakaan/ Segala kebohongan./ Segala pengkhianatan atas agama. (Lihat:
Mukhtaru al Shihhah, Jilid I/ hal. 206; Al-Gharib lil Khattaabi Jilid I hal
603; Al-Faiq, Jilid III, hal. 55, 116; an-Nihayah fi Gharib al-hadis, Jilid
III, hal 446; Lisanul Arab, Jilid IV hal. 225, Jilid V, hal 47, 144, Jilid X,
hal 208, dan Jilid XII hal. 270).
KEHANCURAN UMMAT ISLAM
Kasus yang terjadi pada masa Rasulullah SAW yang menyebabkan turunnya surat Al-Hujurat di atas
sekaligus menggambarkan bahaya kefasikan sebagai ancaman bagi keutuhan ummat
Islam. Oleh sebab itu, segala berita atau sepak terjang orang-orang fasik harus
diwaspadai.
Di samping kasus Walid bin Uqbah juga terdapat kasus turunnya surat An-Nur ayat 11-20:
'Aisyah isteri Rasulullah SAW ikut bersama beliau dalam perang Bani
Musthaliq. Tetapi ia ketinggalan baju rompinya. Maka ia kembali ke belakang, ke
arah Medinah, diantar oleh satu regu tentara senior.
Di tengah perjalanan kembali itu
terlepas pula kalungnya, lalu hilang. Karena itu ia mengulangi jejak sendirian
dan mencarinya agak lama.
Seorang dari regu pengawal merasa khawatir, lalu melacak di mana 'Aisyah
berada. Kuda 'Aisyah terlihat minggat membawa sekedupnya.
Kalung ditemukan oleh sang pengawal. Dan pada waktu itu 'Aisyah tinggal
seorang diri di padang
pasir. Ia kedatangan rasa kantuk, lalu tertidur dibuai angin sahara.
Pagi haripun datang, dan 'Aisyah bangun dari tidurnya. Tiba-tiba ia
melihat Shafwan bin Muatthal sedang menjemput sesuatu yang terjatuh atau
tercecer. 'Aisyah melihat Shafwan dan mendengar-nya mengucapkan kata-kata: Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Setelah menjemput kalung yang tercecer, kemudian Shafwan membawa kembali
'Aisyah ke dalam rombongan untuk selanjutnya bergabung dengan rombongan Nabi
SAW. Hati Shafwan lega, sebab ia telah menyelamatkan seorang yang paling
dicintai Nabinya, dan 'Aisyah juga gembira karena sudah dapat berkumpul kembali
dengan suami dan keluarga besarnya, setelah ia terpencil sendirian di padang pasir.
Namun demikian kegembiraan 'Aisyah belum tuntas, karena diikuti dengan
banyaknya issue, berita bohong, fitnah dan gosip-gosip.
'Aisyah isteri Nabi, anak seorang sahabat terhor-mat dari keturunan
bangsawan mulia itu difitnah ada main dengan Shafwan, seorang anak Mu'atthal,
pahlawan dan sahabat yang mati syahid".
Alangkah bohong berita itu!
Paling tandas dalam mengeksos berita itu dan penyebar luasnya di
kalangan masyarakat adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Nah, mulut-mulut usil
mulai berbisik-bisik di pasar dan di tempat-tempat yang banyak orang-orang
berkumpul, sehingga dalam waktu relatif singkat, meratalah kabar bohong itu.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Abdullah bin Ubay untuk melampiaskan
sakit hati dan menuruti ambisinya.
Alangkah keji tindakannya itu!
Nabi pun sedih bercampur masygul. Begitu pula keluarga Abu Bakar.
Beliaupun sampai mengerutkan keningnya, kepada siapa beliau akan menanyakan
sesuatu yang akan bisa menghilang-kan kemasygulan-nya tentang 'Aisyah. Kepada
sahabat-sahabat beliaukah? Atau kepada keluarga 'Aisyah? Atau isteri-isteri
Nabi yang lain? Atau langsung kepada 'Aisyah?
Mereka semua menyaksikan kebenaran dan kesucian 'Aisyah, tetapi bagi
'Aisyah sendiri berita bohong itu sebagai pukulan hebat. Lalu dia datang
menemui ayahnya: "Perlukah aku menjelaskan kepada Rasulullah?",
katanya. "Atau ayah ibukah yang harus menerangkan persoalannya kepada
beliau?"
Keduanya ragu-ragu dan bingung, bagaimana dan apa yang harus mereka
katakan, haruskah mereka berdiam diri hingga turun ayat kepada Nabi?
"Demi Allah, kami tidak tahu bagaimana kami akan menjawab",
kata mereka.
Setelah kedua orang tuanya tidak dapat berbuat apa-apa dan dadanya sesak
bernafas, maka keduanya hanya dapat berkata:
"Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah
tempat memohon pertolonganNya terhadap apa yang kamu ceritakan? (Yusuf: 18)
Jawaban mereka persis seperti jawaban Ya'kub yang kehilangan Yusuf, anak
yang sangat disayang dan dicintainya.
Allah tidak menyia-nyiakan kesabaran yang suci dan murni dari 'Aisyah
yang mulia, atas musibah yang menimpanya, bahkan juga musibah bagi kaum
muslimin dan muslimat di saat itu, hingga Allah menurunkan ayat-ayat kepada
Nabi Muhammad SAW. (Ahmad Muhammad Jamil, "Al-Qashashu al-Rumuzi fi
al-Quran al-Karim", op.cit hal 18-21)
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari
mereka menda-pat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar. (QS. 24:11)
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu
orang-orang mu'minin dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka
sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang
nyata." (QS. 24:12) Mengapa
mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita
bohong itu? Oleh karena mereka tidak menda-tangkan saksi-saksi maka mereka
itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. (QS. 24:13) Sekiranya
tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di
akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang
berita bohong itu. (QS. 24:14) (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita
bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak
kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.
Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (QS. 24:15) Dan mengapa kamu
tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah
pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini
adalah dusta yang besar." (QS. 24:16) Allah memperingatkan kamu
agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu
orang-orang yang beriman, (QS. 24:17) dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.
24:18) Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat
keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang
pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak
mengetahui. (QS. 24:19) Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan
rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang,
(niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). (QS. 24:20)
PENUTUP
1.
Kita ummat Islam hendaklah mawas diri dari perilaku fasik, karena
kefasikan itu adalah dimurkai Allah SWT, berbahaya bagi diri kita sendiri dan
bagi masyarakat umumnya.
2. Seharusnya ummat Islam waspada atas segala tindak-tanduk orang-orang
fasik, terutama menanggapi segala berita yang berasal dari mereka yang mungkin
menimbulkan fitnah di kalangan ummat manusia umumnya, dan ummat Islam
khususnya.
Ahmad Muhammad Jamil mengatakan:
"Amatlah disayangkan, bahwa sebelum dan sesudah ini
kita masih sering terperangkap dalam keragu-raguan, terpukul oleh berita-berita
bohong, provokasi (hasutan), isu-isu, gosip dan berbagai infiltrasi
(penyusupan) yang sangat merugikan kita sendiri. Berapa banyak fitnah dan
langkah politik yang melarutkan kita ke dalam penyesalan, sehingga ummat Islam
terpecah belah, melepaskan tali kekeluargaan, persaudara-an dan
perdamaian." (Al-Qashashu
al-Rumuzi fi al-Quran al-Karim:, (terjemahan) op.cit pag. 118)
3. Jika berita orang fasik saja bisa mengancam keselamatan ummat, maka
lebih berbahaya lagi apabila yang menjadi pemimpin ummat adalah orang-orang
fasik itu sendiri. Oleh sebab itu, hendaklah kita menjauhi pemimpin yang fasik
dan tidak memberikan loyalitas kepada mereka, sampai mereka kembali kepada
prinsip Islam yang sebenarnya. Wallahu a'lam.